Senin, 17 November 2014

Ketentuan-Ketentuan Hukum Dan Cara Mengqodho' Sholat :



1. Kewajiban mengqodho' sholat yang ditinggalkan

Orang yang wajib mengerjakan sholat, kemudian ia tidak mengerjakannya sampai waktunya habis, maka ia diwajibkan mengqodho' sholat yang ia tinggalkan, berdasarkan sabda Nabi ;
مَنْ نَسِيَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ

"Barang siapa yang lupa mengerjakan sholat, maka hendaklah ia melaksanakannya jika telah mengingatnya, tidak ada tebusan baginya kecuali itu." (Shohih Bukhori, no.597 dan Shohih Muslim, no.684)

Dalam riwayat lain dijelaskan ;
إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ، أَوْ غَفَلَ عَنْهَا، فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Apabila salah seorang dari kalian tertidur hingga luput dari mengerjakan satu shalat atau ia lupa, maka hendaklah ia menunaikan sholat tersebut ketika ia ingat."
(Shohih Muslim, no.684)

2. Bergegas mengqodho' sholat

Dan diperbolehkan mengakhirkan qodho' sholat yang ditinggalkan, apabila sholat tersebut ditinggalakan karena ada udzur, seperti ketiduran. Ketentuan ini didasarkan pada hadits nabi ;
عَنْ عِمْرَانَ، قَالَ: كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنَّا أَسْرَيْنَا حَتَّى كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيْلِ، وَقَعْنَا وَقْعَةً، وَلاَ وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ المُسَافِرِ مِنْهَا، فَمَا أَيْقَظَنَا إِلَّا حَرُّ الشَّمْسِ، وَكَانَ أَوَّلَ مَنِ اسْتَيْقَظَ فُلاَنٌ، ثُمَّ فُلاَنٌ، ثُمَّ فُلاَنٌ - يُسَمِّيهِمْ أَبُو رَجَاءٍ فَنَسِيَ عَوْفٌ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ الرَّابِعُ - وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَامَ لَمْ يُوقَظْ حَتَّى يَكُونَ هُوَ يَسْتَيْقِظُ، لِأَنَّا لاَ نَدْرِي مَا يَحْدُثُ لَهُ فِي نَوْمِهِ، فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ عُمَرُ وَرَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ وَكَانَ رَجُلًا جَلِيدًا، فَكَبَّرَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ، فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى اسْتَيْقَظَ بِصَوْتِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ شَكَوْا إِلَيْهِ الَّذِي أَصَابَهُمْ، قَالَ: «لاَ ضَيْرَ - أَوْ لاَ يَضِيرُ - ارْتَحِلُوا»، فَارْتَحَلَ، فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ، ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِالوَضُوءِ، فَتَوَضَّأَ، وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ، فَصَلَّى بِالنَّاسِ

"Dari 'Imron, ia berkata, Kami pernah dalam suatu perjalanan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kami berjalan di waktu malam hingga ketika sampai di akhir malam kami tidur, dan tidak ada tidur yang paling enak (nyenyak) bagi musafir melebihi yang kami alami. Hingga tidak ada yang membangunkan kami kecuali panas sinar matahari. Dan orang yang pertama kali bangun adalah si fulan, lalu si fulan, lalu seseorang yang Abu 'Auf mengenalnya namun akhirnya lupa. Dan 'Umar bin Al Khaththab adalah orang keempat saat bangun, Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila tidur tidak ada yang membangunkannya hingga beliau bangun sendiri, karena kami tidak tahu apa yang terjadi pada beliau dalam tidurnya. Ketika 'Umar bangun dan melihat apa yang terjadi di tengah banyak orang (yang kesiangan) -dan 'Umar adalah seorang yang tegar penuh keshabaran-, maka ia bertakbir dengan mengeraskan suaranya dan terus saja bertakbir dengan keras hingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terbangun akibat kerasnya suara takbir 'Umar. Tatkala beliau bangun, orang-orang mengadukan peristiwa yang mereka alami. Maka beliau bersabda: Tidak masalah, atau tidak apa dan lanjutkanlah perjalanan. Maka beliau meneruskan perjalanan dan setelah beberapa jarak yang tidak jauh beliau berhenti lalu meminta segayung air untuk wudlu, beliau lalu berwudlu kemudian menyeru untuk shalat. Maka beliau shalat bersama orang banyak." (Shohih Bukhori, no.344)

Namun disunatkan untuk bergegas mengqodho' sholat yang ditinggalkan karena adanya udzur. Sedangkan apabila sholat tersebut ditinggalkan tanpa adanya udzur maka diwajibkan untuk segera mengqodho' sholat yang ditinggalkan menurut pendapat yang shohih.

3. Urutan qodho' sholat

Apabila sholat yang ditinggalkan lebih dari satu, disunatkan untuk mengqodho' sholat-sholat tersebut berurutan, sesuai dengan waktunya. Kesunatan ini didasarkan pada hadits ;
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ، جَاءَ يَوْمَ الخَنْدَقِ، بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي العَصْرَ، حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا» فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ، فَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا، فَصَلَّى العَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا المَغْرِبَ

“Dari Jabir bin Abdillah rodhiyallohu’anhuma, bahwasannya Umar bin Khottob rodhiyallohu’anhu datang pada hari peperangan Khondaq setelah matahari akan tenggelam, lalu beliau mulai mencerca orang-orang kafir Quraisy (karena menyebabkan para sahabat terlambat sholat ashar), beliau berkata: “Wahai Rosulullah, aku belum melakukan sholat ashar padahal matahari hampir tenggelam.” Nabi shollallohu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku pun belum sholat ashar.” Maka kami bangkit menuju lembah buthhan, lalu Nabi shollallohu’alaihi wa sallam berwudhu untuk sholat, kami pun ikut berwudhu, lalu Rosulullah shollallohu’alaihi wa sallam melakukan sholat ashar setelah matahari terbenam (di waktu maghrib), kemudian setelah itu beliau sholat maghrib.” (Shohih Bukhori, no.596)

4. Tata cara sholat qodho'

Cara mengerjakan sholat qodho' itu sama saja dengan sholat ada' )sholat yang dikerjakan pada waktunya) dalam semua hal, mulai dari syarat sah sampai  rukun-rukunnya. Sedikit perbedaannya terletak pada niatnya, dalam sholat qodho' disunatkan untuk mengganti kata "ada'an" dengan kata "qodho'an". Namun, hal ini tidak wajib, sebab dalam madzhab syafi'i tidak diwajibkan untuk menyinggung ada' atau qodho' ketika niat, hanya saja penambahan kata "qodho'an" dianjurkan untuk menghindari perselisihan seputar diwajibkannya penambahan tersebut.
ara Qadha Shalat Yang Tertinggal. Pada dasarnya shalat lima waktu (fardhu) itu sudah ada waktunya yang jelas sesuai dengan firman Allah swt. 68
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban bagi orang-orang yang beriman yang mempunyai waktu yang telah ditentukan
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلوَاتِ وَالصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا لِلّهِ قَانِتِيْنَ
“Peliharalah shalat-shalat dan shalat yang pertengahan…”
Akan tetapi sekiranya ada di antara kaum muslimin yang tidak sempat melaksanakan kewajiban salat fardhu pada waktu yang telah ditetapkan karena hal-hal tertentu. Dapatkah diqadha dalam arti dilaksanakan pada waktu lain? Dalam hal ini wajib mengqadha shalat fardhu yang tertinggal itu, baik itu tertinggal karena udzur syar’i atau tidak ada (hanya lalai) dengan prinsip dia harus bertobat dan istigfar (minta ampunan dari Allah swt.).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar